Kamis, 21 Agustus 2014

TERTAWA MENIKMATI KEHIDUPAN

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.
Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.
Mazmur 126:5-6

Mazmur yang kita baca di atas adalah salah satu nyanyian ziarah yang dinyanyikan para peziarah yang yang biasanya  dinyanyikan ketika para peziarah menanjak menuju Yerusalem.  Mazmur ini dinyanyikan untuk mengenang kembalinya orang Israel dari pembuangan. Bagi sebagian orang Israel, kepulangan ke tanah perjanjian adalah sesuatu yang dinantikan. Banyak dari antara mereka yang kembali dari pembuangan mengetahui dengan baik nubuatan akan adanya pemulihan Bait Allah. Ketika nubuatan itu menjadi kenyataan, itu adalah suatu pengalaman yang tidak terlupakan.

Orang Israel telah melewati masa duka yang besar, mereka hidup dalam pembuangan namun pada akhirnya Tuhan membawa mereka kembali ke tanah mereka. Pertanyaannya adalah apakah pemulihan itu telah selesai? belum. Mereka kembali ke kota yang hancur dan bait Allah masih dalam reruntuhan. Tetapi, itu tidak menjadi masalah buat mereka. Mereka sangat bersukacita dan bersyukur atas apa yang Tuhan telah perbuat dalam kehidupan mereka walaupun segala sesuatu belumlah sempurna dan mereka masih menghadapi masalah-masalah.

Respon kita terhadap kehidupan sangat menentukan keindahan kehidupan itu sendiri. Ketika orang merespon hidup dengan bersungut-sungut dan menggerutu, maka hidupnya akan dipenuhi dengan ketidakbahagiaan. Dalam konteks bekerja, apakah kita dapat meresponi sebuah keindahan dalam pekerjaan? Pekerjaan seberat apapun dapat dilewati dan diselesaikan dengan semangat karena dilakukan dengan hati yang bahagia. Jika kita dapat memandang Tuhan dengan cara dan perspektif yang benar, maka kita juga akan mampu memandang pekerjaan kita sebagai pekerjaan yang menggairahkan

Sayangnya, sukacita kita seringkali bergantung kepada keadaan, jikalau demikian sukacita itu adalah sukacita yang tidaklah berkelanjutan karena keadaan kita berubah-rubah. Sukacita kita seharusnya tidak bergantung kepada keadaan. Sukacita dapat diartikan sebagai suatu keyanikan yang mendalam bahwa Tuhanlah yang berkuasa atas setiap aspek kehidupan kita. Sukacita yang sejati memiliki jangkar yang dilabuhkan di dalam kepercayaan kepada Tuhan. Sukacita semacam ini tidak akan dipengaruhi oleh faktor eksternal. Oleh karena itu, kita dapat memiliki sukacita walaupun kita sedang menghadapi situasi yang sulit karena sukacita itu adalah sebuah pilihan, sukacita adalah masalah attitude.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar