Mencintai Hidup Berarti Meng”harga”i Hidup
Judul dari artikel ini sesungguhnya tercetus ketika melihat label harga (price tag)yang tercantum di setiap
produk yang ditawarkan di pusat-pusat perbelanjaan. Pada saat itulah muncul
pemikiran bahwa kita, secara sadar atau tidak, seringkali menaruh label harga
atau price tag terhadap segala
sesuatu, termasuk anak, pasangan, keluarga, teman bahkan pada diri kita
sendiri. Segala sesuatu memang memiliki nilai dan harga. Rasul Paulus di dalam
suratnya kepada jemaat di Korintus menulis demikian,”Sebab
itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika
kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi
menilai-Nya demikian.”(2 Korintus 5:16). Menilai berarti menaksir
harga atau kualitas dari sesuatu. Di sini terlihat dengan jelas bahwa bagi
Paulus, seseorang atau bahkan Tuhan Yesus pun memiliki ”nilai” atau ”harga”.
Mencintai hidup (Loving Life) memang
tidak dapat dilepaskan dari meng”harga”i
hidup dan itu dimulai dari bagaimana cara kita meng”harga”i diri kita sendiri.
Berapakah hargamu?
Di dalam salah satu acara motivasi di salah satu stasiun televisi, seorang
motivator kenamaan bertanya kepada hadirin yang datang pada saat itu,” Pada
harga berapa, Saudara rela menjual kejujuran dan integritas Saudara jikalau
Saudara memiliki kesempatan untuk bertindak curang dan mengambil keuntungan
pribadi dari perusahaan atau instansi tempat di mana Saudara bekerja.?” Jawaban
demi jawaban diucapkan oleh penonton di studio. Ada yang menjawab satu milyar,
dua milyar, lima milyar, dan seterusnya. Yang menarik adalah jawaban si
motivator ketika mendengar jawaban dari hadirin tersebut. Dengan tersenyum dia
menjawab,”Terima kasih karena sekarang saya tahu berapa harga Saudara. Namun
bagi saya, saya tidak akan menjual integritas saya karena itu tidak bisa diukur
oleh uang.”
Jawaban dari sang motivator benar. Sungguh menyedihkan memang apabila kita
meng”harga”i sesuatu dengan ukuran standar materi, seakan-akan segala sesuatu
dapat dibeli dengan uang atau materi apalagi apabila diri kita sendiri pun kita
beri label harga tertentu. Mengapa cara
kita meng”harga”i diri kita sendiri penting? Karena cara pandang kita kepada
diri sendiri akan berpengaruh ke tindakan dan keberhasilan kita dan otomatis
juga akan mempengaruhi cara kita meng”harga”i orang lain. Kalau kita
meng”harga”i diri kita sendiri dengan harga yang rendah, maka kita akan
meng”harga”i orang lain bahkan lingkungan di sekitar kita dengan ”harga” yang
lebih rendah lagi.
Loving Life
Mengasihi kehidupan merupakan buah dari mengasihi Tuhan dan mengasihi
manusia, termasuk mengasihi diri kita. Mengapa demikian? Cinta kepada Tuhan
akan membawa pengucapan syukur atas kehidupan di sekeliling kita yang Dia beri.
Cinta kepada manusia, termasuk kepada diri sendiri akan membuat kita menghargai
dan menghormati diri sendiri. Itulah mengapa bagaimana kita menghargai Tuhan
dan menghargai sesama termasuk diri kita sendiri mempengaruhi cara pandang kita
terhadap kehidupan itu sendiri. Pada akhirnya, cara pandang yang tepat itu
menyebabkan kita menaruh price tag
atau label harga yang tepat pula pada kehidupan di sekitar kita yang standarnya
bukan berdasarkan ukuran manusia atau
secara materi tetapi menurut standar-Nya Tuhan yaitu berdasarkan kasih.
Akhir kata, mengasihi kehidupan adalah menghargai kehidupan dan ini dapat
tercapai ketika kita mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama. Ini bukanlah hal
yang mustahil atau sekadar wacana tetapi adalah sesuatu yang seharusnya terjadi
di antara kita, orang yang percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar